Setiap daerah pasti ada sekolah yang di favoritkan, yaitu sekolah yang memiliki keunggulan tertentu. Beda dengan sekolah-sekolah biasa, pilih sekolah favorit, biasanya anak-anak harus mengikuti seleksi yang sangat ketat.
Bagi orang tua, masuknya anak ke sekolah-sekolah favorit adalah sebuah kebanggaan. Sehingga apapun caranya ditempuh agar anaknya lolos.
Bagai orang tua yang berpengaruh, terkadang sampai menggunakan jasa kepala dinas pendidikan kabupaten/kota. Atau paling kurang menggunakan kepala seksi bidang mengurus sekolah sesuai tingkatannya. Paling kurang menggunakan kerabat kepala, guru atau orang-orang dekat dengan panitia sekolah. Bahkan yang paling tidak boleh ditiru adalah menggunakan uang sebagai sogokan.
Dipercaya atau tidak, cara-cara curang seperti ini masih saja berlangsung dalam dunia pendidikan. Meskipun pihak sekolah tidak mau melakukannya. Tetapi ada orang tua yang tidak kapok-kapok melobi kiri-kanan. Sampai terkadang menekan kepala sekolah agar anaknya lolos.
Biasa mulai menjelang pendaftaran sampai selesai pengumuman dapat dicek Hp kepala sekolah favorit yang biasa dipakai pasti tidak aktif. Alasannya menghindari masuk telepon minta pertolongan atau titipan.
Sebenarnya memaksakan diri memasukkan ke sekolah-sekolah favorit dengan cara seperti itu sangat merugikan anak. Sebab sudah pasti yang lulus ke sekolah tersebut memiliki kemampuan lebih. Karena hasil seleksi yang ketat. Anak yang masuk dengan cara curang akan tertinggal yang pada akhirnya merugikan anak itu sendiri.
Tidak jarang ada yang terjerumus ke hal-hal negatif karena ketidakmampuan tersebut. Sebab satu sisi dia tak mampu bersaing dengan teman kelasnya. Pada sisi lain harus mengikuti “gengsi” orang tua.
Andai kata anak yang “dipaksakan” masuk sekolah favorit dimasukkan ke sekolah yang diingininya atau sesuai dengan standar dirinya. Mungkin anak tersebut akan lebih berkembang karena dia lebih percaya diri. Sehingga kemampuan maksimal dapat dia eksplore. Bahkan bisa akan lebih berhasil melebihi anak-anak yang lulus di sekolah favorit.
Kejadian seperti itu sudah banyak buktinya. Ada anak yang biasa-biasa saja, tetapi kemudian sukses karena memilih sekolah yang sesuai dengan kemampuan dan keinginannya. Tak jarang yang gagal karena harus mengikuti keinginan orang tuanya.
Pada hakekatnya, anak-anak, umumnya mengetahui kemampuan dirinya sendiri. Karena itu, agar tidak salah ambil kesimpulan dalam memilih sekolah. Sebaiknya, orang tua terus mengajaknya berkomunikasi. Bila mungkin menggunakan jasa psikolog agar bakat dan minatnya terarah. Kalau harus menuruti “gengsi” orang tua dalam menyekolahkan anak. Pada akhirnya akan rugi.